12/12/2006

Aku...Hanyalah Aku!

Aku…Hanyalah aku. Hampir genap usia ku menjadi dua puluh empat dalam 10 hari. Dua puluh empat tahun yang rasanya berlalu begitu cepat. Setiap detik yang kulalui selalu memiliki makna. Makna sebuah kedewasaan yang menuntut sebuah tanggung jawab.

Hari ke hari aku merasa ada sesuatu yang masih belum dapat ku kuasai. Itu adalah aku. Ya…Aku!. Aku adalah musuh diriku, dan aku adalah sahabat bagi aku.

Emosi ku. Ambisi ku. Gairah ku. Aku yang bertabiat ini kadang tidak pernah mengerti untuk apa aku bertabiat seperti ini. Apa kesenangan yang dihasilkan atau kesedihan yang disebabkannya membuat aku merasa seperti binatang?

Tapi aku juga memiliki kasih, cinta, dan pengertian. Lagi-lagi aku masih belum mengerti kenapa terkadang memiliki porsi yang seharusnya tidak berlebih. Apa kesedihan dan kebahagiaan yang tersurat didalamnya membuat aku utuh sebagai manusia?

Ah…tidak ada yang salah atau benar atas semua itu. Ketika semuanya bersatu, hal itu memang memanusiakan aku. Yang aku butuhkan adalah menguasai semua tabiat itu.

Kehidupan sudah memilihkan seorang pasangan untuk ku, yang begitu menyayangi aku dengan seluruh jiwa dan raganya. Namun terkadang aku merasa belum siap, aku masih ingin merasa diinginkan banyak orang. Tubuhku. Ragaku. Tapi, jiwa ku yang bermukim dalam hati kecilku sering kali mengalahkan semua hasrat, namun juga tak sering pula dikalahkan oleh nafsu.

Inilah aku. Yang aku terima dengan sepenuh hati. Tanpa menghakimi baik buruknya kehidupan, aku selalu mencoba untuk dapat menjadi yang terbaik. Kini kisahku akan kuungkap dalam sebuah perjalanan kehidupan.

12/01/2006

Renungan hari AIDS International 2006


Memperingati Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2006

Sejak 1987, kita mulai ‘sedikit tersadarkan’ ada sesuatu yang telah terjadi di Bali. Terlepas dari kata-kata ‘politik’, sebuah tragedi kemanusiaan telah nyata hadir. Secara resmi, tahun 1987 di Bali, dan pertama di Indonesia; kasus HIV – AIDS pertama ditemukan.

Tiada keinginan untuk membuka sejarah lama, hanya ingin kita sama-sama peduli atas hal ini. Entah kapan, ketika ‘kusta’ dikatakan sebagai penyakit ‘kutukan’ ketika berjalan begitu lama, ternyata siapapun bisa terkena. Kita mulai tersadarkan. ..’kusta’ bisa disembuhkan, begitu juga kanker dan penyakit berbahaya, dan resiko tinggi kematian lainnya.

Bagaimana dengan HIV – AIDS ? “Sampai saat ini memang belum ada obatnya, karena kita yang akan menjadi obat yang sebenarnya dari ini semua.”

“Sebuah tantangan ketika kita ingin memutuskan mata rantai dari kejadian ini semua”

Kronologi waktu:

1987 – mulai ditemukan kasus HIV-AIDS di Bali, Indonesia (kasus darurat: terkait perilaku resiko tinggi) - mulai di temukan pada seorang Ibu Rumah Tangga (tiada pernah lakukan perilaku resiko tinggi) saat ini - telah terjadi pada komunitas keluarga, kakek, nenek, ayah, ibu, anak, cucu,...

Kita tidak pernah tahu, kapan dan dimana asal penyebaran virus HIV ini pertama kalinya di Indonesia, begitu pula di dunia yang sebenarnya. Sejauh informasi, memang pertama kali kasus terjadi di Afrika. Satu hal, tiada yang salah atau benar dengan sebelumnya karena dengan ini kita harus belajar untuk kedepannya?

Sedih rasanya kami tidak bisa ikut mencari obat penyembuh penyakit ini, tidak menghentikan kepedulian kami untuk selalu peduli dan tetap peduli, meski bukan sebagai peracik, penemu obat, dan penangkal.

Satu hal yang pasti, kita tidak sadar apakah kita bebas dari virus HIV atau tidak, setelah kita memastikan dengan “Tes Darah (steril)”. Harap kini kita sudah mulai sadari, siapapun mereka, apapun profesi mereka, ini adalah kasus global, ibarat bencana yang secara perlahan mulai menelan korban. Hal ini terjadi di sekitar kita!!!

Para peneliti sedang berusaha sebaik-baiknya untuk menemukan ‘obat penyembuhnya’ , para relawan, pendidik, selalu memberikan pelayanan untuk berikan pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS ini, dan sebaliknya bagaimana dengan kepedulian kita?

Diskriminasi? Apakah ini sebuah kepedulian yang sebenarnya? Cukup sudah diskriminasi yang ada selama ini. “Setiap orang berhak untuk memaknai kehidupan ini, dan meraih harapan dan mimpi-mimpi mereka, kita atau siapapun tidak berhak untuk mencurinya”

Ada kasus terbaru (baru dengar), seorang wanita berkeyakinan tidak pernah melakukan sebagaimana ‘perilaku resiko tinggi: perilaku seks, jarum suntik (tidak steril)’ ...”

Beberapa rumah sakit mungkin sudah memberlakukan “Tes Darah – untuk mengetahui positif atau tidak tertular virus HIV” gratis.

Mengetahui sejak dini adalah lebih baik sebelum menjadi lebih parah sebelum menjadi terlambat, sehingga banyak waktu untuk hadapi ini semua dengan bijaksana. Mungkin kita masih ingat kata-kata, ‘mencegah lebih baik dari mengobati’.

Ingat HIV – AIDS bukan penyakit keturunan, dan Ibu hamil yang positif HIV, belum tentu melahirkan anak yang positif HIV,....dan teknologi serta penemuan-penemuan baru terus berjalan. Seiring pemikiran kita semakin dewasa dan bersahabat.

Sebuah SARAN DUKUNGAN untuk Pemerintah, maupun Lembaga-lembaga yang berkompeten, dan diri pribadi kita untuk sebuah Kepedulian atas ini semua.

Salah satu saran untuk saat ini:
“Bagaimana seandainya setiap masyarakat yang ada di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya untuk mendapatkan akses Tes Darah, untuk mengetahui positif tidaknya (terkait virus HIV begitu juga dengan penyakit lainnya), tentunya ini bisa menjadi satu paket (hemat, efektif dan efisien), untuk mendukung program Indonesia Sehat. “Meski hal yang terburuk sekalipun telah terjadi, kita hanya berusaha menerimanya. ..”

“Virus HIV bukan akhir dari segalanya, karena sebelum titik akhir itu tiba, masih tersimpan banyak kesempatan untuk maknai hidup!”

"...maknai hidup tanpa diskriminasi"

Keep the Promise...